Beberapa bulan yg lalu di meja pemesanan kamar hotel Memphis,
saya melihat suatu kejadian yg bagus sekali, bagaimana seseorang
menghadapi orang yg penuh emosi.
Saat itu pukul 17:00 lebih sedikit,
dan hotel sibuk mendaftar tamu-tamu baru. Orang di depan saya
memberikan namanya kepada pegawai di belakang meja dengan nada
memerintah. Pegawai tsb berkata, "Ya, Tuan, kami sediakan satu
kamar 'single' untuk Anda."
"Single," bentak orang itu, "Saya memesan double."
Pegawai tsb berkata dg sopan, "Coba saya periksa sebentar."
Ia menarik permintaan pesanan tamu dari arsip dan berkata,
"Maaf, Tuan. Telegram Anda menyebutkan single. Saya akan senang
sekali menempatkan Anda di kamar double, kalau memang ada.
Tetapi semua kamar double sudah penuh."
Tamu yg berang itu berkata, "Saya tidak peduli apa bunyi kertas
itu, saya mau kamar double."
Kemudian ia mulai bersikap "anda-tau-siapa-saya," diikuti dengan
"Saya akan usahakan agar Anda dipecat. Anda lihat nanti. Saya
akan buat Anda dipecat."
Di bawah serangan gencar, pegawai muda tsb menyela,
"Tuan, kami menyesal sekali, tetapi kami bertindak berdasarkan
instruksi Anda."
Akhirnya, sang tamu yg benar2 marah itu berkata, "Saya tidak
akan mau tinggal di kamar yg terbagus di hotel ini sekarang ---
manajemennya benar2 buruk," dan ia pun keluar.
Saya menghampiri meja penerimaan sambil berpikir si pegawai
pasti marah setelah baru saja dimarahi habis2an. Sebaliknya,
ia menyambut semua dengan salam yg ramah sekali "Selamat malam,
Tuan."
Ketika ia mengerjakan rutin yg biasa dalam mengatur kamar untuk
saya, saya berkata kepadanya, "Saya mengagumi cara Anda
mengendalikan diri tadi. Anda benar2 sabar."
"Ya, Tuan," katanya, "Saya tidak dapat marah kepada orang seperti
itu. Anda lihat, ia sebenarnya bukan marah kepada saya. Saya cuma
korban pelampiasan kemarahannya. Orang yg malang tadi mungkin
baru saja ribut dg istrinya, atau bisnisnya mungkin sedang lesu,
atau barangkali ia merasa rendah diri, dan ini adalah peluang
emasnya untuk melampiaskan kekesalannya."
Pegawai tadi menambahkan, "Pada dasarnya ia mungkin orang yg
sangat baik. Kebanyakan orang begitu."
Sambil melangkah menuju lift, saya mengulang-ulang perkataannya,
"Pada dasarnya ia mungkin orang yg sangat baik. Kebanyakan orang
begitu."
Ingat dua kalimat itu kalau ada orang yg menyatakan perang pada
Anda. Jangan membalas. Cara untuk menang dalam situasi seperti
ini adalah membiarkan orang tsb melepaskan amarahnya, dan
kemudian lupakan saja.
(by David J.S.)
skip to main |
skip to sidebar
Thursday, March 31, 2011
Blog Archive
Entri Populer
-
Kita semua mengetahui bahwa sesungguhnya manusia itu tidak sempurna, segalanya memiliki kelebihan dan kekurangan. Maka, sebaiknya perbedaa...
-
Mungkin, salah satu penyakit paling kronis yang sudah menggerogoti kehidupan manusia di muka bumi ini adalah KEBOHONGAN. Kebohongan alia...
-
Francisco Dao is over it. He's been a part of the upstart tech scene for years, and he's seen art of the personal connection disa...
-
Hybrids and electric vehicles were just the beginning. Next up: the mushroom mobile. Ecovative Design , a startup in Green Island, N.Y., i...
-
Cerita singkat ini, ehmm.. lebih mirip uraian, telah banyak memberikan motivasi dan inspirasi. Ini bukan tulisan hasil pemikiran saya, say...
Blog Roll
Translate
Followers
Powered by Blogger.
0 komentar:
Post a Comment