Thursday, March 31, 2011

Renungan, kepada mereka yang sibuk berkarir

Seperti biasa Rudi, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di
Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9
malam. Tidak seperti biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas
dua SD yang membukakan pintu. Ia
nampaknya sudah menunggu cukup lama.

"Kok, belum tidur?" sapa Rudi sambil mencium anaknya. Biasanya, Imron
memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru
terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari. Sambil membuntuti sang
ayah menuju ruang keluarga, Imron
menjawab, "Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji
Ayah?" "Lho, tumben, kok nanya gaji
Ayah? Mau minta uang lagi, ya?"

"Ah, enggak. Pengen tahu aja."
"Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam
dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan
rata-rata dihitung 25 hari kerja. Jadi, gaji Ayah dalam satu bulan berapa,
hayo?"

Imron berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara
ayahnya melepas sepatu dan menyalakan
televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron
berlari mengikutinya.

"Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam
ayah digaji Rp 40.000,- dong," katanya.
"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok," perintah Rudi.
Tetapi Imron tak beranjak. Sambil menyaksikan
ayahnya berganti pakaian, Imron kembali bertanya, "Ayah, aku boleh pinjam
uang Rp 5.000,- nggak?" "Sudah, nggak
usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah capek. Dan
mau mandi dulu. Tidurlah."

"Tapi, Ayah..." Kesabaran Rudi habis.
"Ayah bilang tidur!" hardiknya mengejutkan Imron. Anak kecil itu pun
berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Rudi
nampak menyesali hardikannya. Ia pun menengok Imron di kamar tidurnya. Anak
kesayangannya itu belum tidur. Imron
didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp
15.000,- di tangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi berkata,
"Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Imron.
Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok' kan
bisa. Jangankan Rp 5.000,- lebih dari
itu pun ayah kasih." "Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti
aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari
uang jajan selama minggu ini."

"Iya,iya, tapi buat apa?" tanya Rudi lembut.
"Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga
puluh menit saja. Ibu sering bilang kalau
waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka
tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena
Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp
20.000,-. Duit tabunganku kurang Rp
5.000,-. Makanya aku mau pinjam dari Ayah," kata Imron polos.

Rudi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.

0 komentar:

Post a Comment